Phobia, atau dalam bahasa Yunani phobos atau takut, merupakan rasa takut yang persisten terhadap suatu objek atau situasi dan rasa takut ini tidak sebanding dengan ancaman nyata. Pada gangguan phobia, ketakutan yang dialami jauh melebihi realita tentang bahaya yang mungkin ada. Orang dengan gangguan phobia tetap sadar bahwa sebenarnya yang mereka takutkan tersebut tidaklah bahaya, dan ketakutan mereka berlebihan dan tidak berdasar, namun tetap tidak mampu mengendalikan perasaan takutnya.
Nah apa yang dialami pasien dalam vignete diatas adalah termasuk fobia, dalam hal ini fobia sosial. Untuk fobia sosial, individu harus mengenali bahwa rasa takutnya tersebut berlebihan atau tidak masuk akal dan selalu menghindari situasi-situasi yang ditakuti, seperti berada di panggung, menjadi pusat perhatian, memimpin sebuah rapat atau sekedar pembicaraan, dan orang tersebut tetap bertahan dengan rasa tidak nyamannya yang ekstrim. Sebagai tambahan, rasa takut atau perilaku menghindari tersebut mampu menyebabkan distres signifikan terhadap kegiatan rutin sehari-hari atau fungsi normal seseorang.
Fobia sosial mengakibatkan seseorang ketakutan berlebihan terhadap situasi sosial, dan interaksi dengan orang lain yang secara otomatis dapat membawa perasaan cemas yang sampai mengganggu, penilaian situasi juga terganggu dan seseorang bisa menjadi sangat takut, evaluasi, serta perasaan inferior. Fobia sosial merupakan rasa takut dan kecemasan untuk dinilai dan dievaluasi negatif oleh orang lain, yang mengarahkan kepada perasaan ketidakmampuan, rasa malu, hina, dan depresi.
Berdasarkan Kriteria Diagnosis PPDGJ III dan DSM IV, phobia Sosial ditandai dengan:
A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan atau memalukan.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai dipredisposisi oleh situasi.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.
D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain
H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau Bulimia Nervosa.
Beberapa pendekatan mungkin diperlukan dalam mengatasi phobia sosial. Pendekatan psikoterapi seperti Hipnoterapi, CBT, Psikoanalisis maupun NLP dapat diapakai dalam memperbaiki kondisi ketakutan dan kecemasan yang berlebihan dalam phobia sosial. Dalam kasus yang berat juga mungkin diperlukan obat-obatan psikiatri seandainya psikoterapi saja dirasakan berat dalam mengatasi phobia sosial yang dialami seseorang walaupun dalam jangka waktu terbatas.
Jika menemukan rekan, teman, atau keluarga yang dirasakan terganggu dengan ketakutannya ditengah umum, saat menjadi pusat perhatian, segera cari pertolongan sebelum kondisinya semakin berlarut dan mengurangi produktivitas.
Salam sadar.
Tidak ada komentar